Oleh: M. Iqbal
Notoatmojo
iqbalbwox@gmail.com
Mahasiswa Pascasarjana STAIN Kudus,
Mahasiswa Pascasarjana STAIN Kudus,
Program Studi Ekonomi Syariah
Abstrac
“The existence of the Daulah-Daulah in the history of Islamic civilization following
the growth law (the law of growth)
is pioneering, building,
enjoying development, backward and ultimately
destroyed. Because the growth law is the law of nature and natural
law is "the
laws", So how traffic conditions in the history
of Islam, especially in the study of
the Qur'an and Hadist
classical era.
Looking at the history of Islamic civilization in the classical era aims to determine the factors that influence the progress and decline of Islam, as well as to lift the facts and events that occurred during the Prophet Muhammad, companions and tabi'in and the next period. Discussion of long history and extensive Islam can not be separated from the discussion of political history, because the politics are very influential on the development of science and thought”.
Looking at the history of Islamic civilization in the classical era aims to determine the factors that influence the progress and decline of Islam, as well as to lift the facts and events that occurred during the Prophet Muhammad, companions and tabi'in and the next period. Discussion of long history and extensive Islam can not be separated from the discussion of political history, because the politics are very influential on the development of science and thought”.
Password: Perkembangan,
Qur’an-Hadis, Era Klasik
A. LATAR
BELAKANG
Pada waktu
Rasulallah masih hidup, dalam segala hal atau persoalan umat maka beliau menjadi tempat bertanya bagi
para sahabatnya. Terkadang pertanyaan itu dijawab melalui turunnya wahyu yaitu
al-Quran dan terkadang beliau sendiri yang memberikan jawaban (Hadis). Akan
tetapi setelah beliau wafat maka terjadilah berbagai friksi atau konfik dikalangan umat Islam sampai sekarang,
baik itu internal maupun eksternal.
Membicarakan
sejarah pertumbuhan dan perkembangan al-Qur’an dan Hadis bertujuan untuk mengangkat fakta dan
peristiwa (peradaban dan kebudayaan) yang terjadi pada masa Rasulullah SAW,
kemudian secara periodik pada masa-masa sahabat dan tabi’in serta masa-masa berikutnya. Pembahasan sejarah
Islam yang panjang dan luas tidak bisa dilepaskan dari pembahasan sejarah
politiknya, dan juga aspek lain yang ada didalamnya seperti sistem
pemerintahan, ekonomi, ilmu pengetahuan, pendidikan dan seni bangunan (Yatim,
2004:6).
Oleh karena itu, untuk memperoleh gambaran tentang peradaban dan kebudayaan
Islam yang pernah mengalami kejayaan dan kemunduran tersebut, maka tujuan
penulisan ini tidak lain adalah ingin melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemajuan dan kemunduran Islam di
era klasik. Tujuannya tidak lain adalah membangkitkan motivasi dan semangat
serta menyadarkan kita untuk memperbaiki keadaan umat Islam yang sampai
hari ini dalam kategori mengalami kemunduran dalam segala bidang. Untuk itulah
Fokus kajian kita arahkan untuk menggali informasi tentang studi al-Quran-Hadis
yang terjadi pada era klasik serta menelusuri jejak-jejak sejarah
peradaban Islam di tinjau dari aspek pengaruh internal dan eksternal.
B.
SEJARAH QUR’AN-HADIS DALAM PERADABAN
ISLAM PADA ERA KLASIK
Kebudayaan dalam bahasa Arab disebut tsaqafah, dalam bahasa Inggrisnya culture. Sedangkan peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab
al-hadharahal-Islamiyah dan dalam
bahasa Inggris civilization. Dalam
perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan
adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat, sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis
lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam
bentuk seni, sastra, agama dan moral. Sedangkan peradaban terefleksi dalam politik,
ekonomi dan teknologi (Yatim, 2004:1).
Dalam pengertian ini peradaban yang dimaksud adalah Islam
yang diwahyukan kepada Rasulallah Saw, yang telah membawa bangsa Arab yang
semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal dan diabaikan bangsa-bangsa lain,
menjadi lebih maju. Bahkan, kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari
peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spayol (Yatim, 2004:2).
Periode sejarah kebudayaan Islam memiliki ciri khas, Harun Nasution
(1985:56) Periode Klasik (650-1250 M). Periode klasik dibagi menjadi dua masa,
masa kemajuan Islam I (650-1000 M) dan masa Disintegrasi (1000-1250 M). Masa kemajuan
Islam I merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan kebudayaan Islam. Masa
disintegrasi adalah masa yang sudah mulai menurun dalam bidang politik, sain,
ekonomi dan pengetahuan.
1.
Masa
Kemajuan Islam I (650-1000 M)
a.
Masa
Rasulallah
Ketika Rasulallah Saw lahir Makkah adalah kota yang sangat penting dan
maju diantara kota-kota di negeri Arab, ini karena dilalui jalur perdagangan
dan adanya Ka’bah menjadi pusat keagamaan sehingga menjadi pusat peradaban. Akan
tetapi dalam hal agama meraka masih berpegang pada agama asli mereka yaitu
percaya kepada banyak dewa dalam bentuk berhala dan patung. Sehingga proses
dakwah Nabi di Makkah banyak ditentang oleh kaum Quraisy.
Perkembangan Islam di Makkah sebelum hijrah adalah fase penanaman aqidah
(bertauhid) yang murni (pure monoteisme),
juga tentang pembinaan mental dan akhlak bagi umat Muslim ini dapat dilihat
dari ayat-ayat al-Quran Makkiyyah. Sedangkan di Madinah sesudah hijrahnya Nabi,
dengan semakin perkembangnya pengikut Islam dari luar Arab. Maka fase ini
adalah penanaman norma-norma hukum untuk pembentukan dan pembinaan masyarakat Islam
dan negara yang adil dan makmur (Zuhdi, 1997:12-13)
Dari perjalanan sejarah, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad Saw.
Disamping sebagai pemimpin agama , juga seorang negarawan, pemimpin politik dan
administrasi yang cakap (Yatim, 2004:33). Kedudukan Muhammad sebagai Nabi
dibuktikan sebagai seorang yang mendapat wahyu dari Allah. Adapun fungsi Nabi
sebagai pimpinan politik didasarkan pada realita bahwa Nabi pernah mendirikan
suatu tatanan pemerintahan di Madinah yang didalamnya terdapat unsur-unsur
kekuasaan politik, berupa konstitusi Piagam Madinah yang mengikat seluruh unsur
anggota masyarakat (Najib, 2001:87)
b.
Masa Khilafah
Rasyidah
Nabi Muhammad
Saw tidak meninggalkan wasiat tentang siapa penggantinya, akan tetapi dengan
semangat ukhuwah-islamiyah yang
tinggi terpilihlah Abu Bakar. Tugasnya yang hanya dua tahun digunakan untuk
menyelesaikan persoalan dalam Negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh
suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi terhadap pemerintahan Madinah
(perang melawan kemurtadan). Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat
dengan Nabi, dengan sendirinya batal karena Nabi Wafat. Dan setelah
menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan
ke luar Arabia (Syria) (Yatim, 2004:35-36).
Di zaman Umar
gelombang ekpansi pertama terjadi, tentara Bizantium kalah dipertempuran Yarmuk,
seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Karena perluasan daerah
terjadi dengan cepat Umar segera mengatur administrasi Negara, mendirikan
departemen dan ditertibkannya sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan
dan kepolisian didirikan (Yatim, 2004:37). Umar juga membangun Baitul Maal yang
regular dan permanen sebagai bendahara Negara, selain itu Baitul Maal juga
bertugas sebagai pelaksana kebijakan fiskal (Misanam. dkk, 2014:102).
Sedang
khalifah ketiga adalah Usman bin Affan. Selama masa khalifahnya dan sebelum ia
mati syahid, banyak bermunculan kritik dan penggerogotan yang dilontarkan
kepada dirinya. Namun ia tidak membungkam seorangpun dengan menggunakan
kekuatannya sebagai khalifah. Ia anti tindak kekerasan dan penggunaan kekuatan,
ia lebih senang mempergunakan taktik tolerans dan kelembutan kecuali dalam
masalah hukum Allah. Dan dengan terus mempertahankan kebiasaannya seperti itu,
hingga ia mati ditikam oleh orang-orang yang mencoba membangkitkan fitnah dan
kerusuhan (Al-Kilany, tt:86).
Diungkapkan oleh abu Syuhbah dan Abu Zahu
sebagaimana dikutip oleh Mohammad Najib (2001:51). Bahwa mulai terjadinya masa al-fitnah
(kekacauan) pada periode kepemimpinan Usman. Kekacauan itu dimanfaatkan oleh
kaum zindik dengan menghembuskan faham yang saling mengadu domba, dengan cara membuat-buat Hadis yang sesuai dengan paham kelompok
yang saling berlawanan. Inilah awal munculnya Hadis Maudhu atau Hadis palsu.
Setelah Usman
wafat, masyarakat membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai Khalifah, dan memerintah
selama enam tahun. Pemerintahannya tidak
pernah stabil, sehingga tidak nampak adanya kebudayaan yang dibangun. Terdapat
pemberontakan yang dimotori oleh Tolhah, Zubair dan didukung Aisyah yang
dikenal dengan perang Jamal.
Kemudian disusul pemberontakan dari Gubernur yang dipecat, Muawiyah bin Abi
Sufyan, yang berlanjut dengan perang Sifin yang hampir dimenangkan pihak Ali.
Karena kelihaian dan kelicikan pihak Muawiyah Ali bersedia mengikuti ajakan
damai. Akibatnya ditinggalkan oleh sebagian pengikutnya (khawarij) yang tidak
menyetujui jalan damai (tahkim) dan Ali
diancam dibunuh dengan alasan damai dalam perang tidak sesuai ajaran Islam. Perkembangan
selanjutnya Ali kalah dalam perundingan dan khalifah berpindah kepada Muawiyah.
Ancaman pembunuhan kaum Khawarij kepada Ali betul-betul terjadi.
Yang sangat
menonjol pada masa Khulafaur Rasyidin adalah terjadinya perluasan daerah
kekuasaan sebagai lahan dakwah dan sumber pendapatan, Harun Nasution (1986:56-61)
mencatat faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi sangat cepat, yaitu: 1) Islam
di samping ajaran akidah, juga mementingkan soal pembentukan masyarakat. 2) Keyakinan
tentang kewajiban dakwah ke
seluruh penjuru dunia. Selain itu kegemaran Bangsa Arab berperang, maka
bertemulah antara kegemaran berperang dengan keyakinan adanya kewajiban
menyampaikan ajaran Islam. 3) Bizantium dan Persia, waktu itu mulai memasuki
masa kemunduran. Problemnya antara lain, terdapat pertentangan antara penganut agama,
juga perebutan kekuasaan. 4) Kerajaan Bizantium memaksakan aliran yang dianut
kepada rakyat, sehingga rakyat merasa hilang kemerdekaannya. Sedangkan Islam cara
dengan damai. 5) Bangsa Sami
di Suria dan Palestina serta bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih
dekat kepada mereka ketimbang bangsa Eropa Bizantium yang menguasai mereka. 6) Daerah
yang sudah dikuasai Islam seperti Mesir, Suria dan Irak penuh dengan kekayaan,
sehingga mempermudah untuk biaya ekspansi berikutnya.
Sedangkan
perkembangan ilmu al-Qur’an pada masa Nabi, pemerintahan Abu Bakar dan Umar
belum terjadi pembukuan, karena umat Islam belum memerlukannya, sebab umat
Islam pada waktu itu adalah para sahabat Nabi yang langsung berhubungan dengan
Nabi. Akan tetapi pada masa pemerintahan Usman terjadi perselisihan mengenai
bacaan al-Quran, sehingga usman menyeragamkan tulisan al-Qur’an. Tindakan
tersebut merupakan perintisan bagi kelahiran ilmu “Rasmil Qur’an” dan “Rasmil
Utsman”. Dan pada masa Ali, semakin banyak bangsa non-Arab yang masuk Islam
dan mereka tidak menguasai bahasa Arab. Maka Ali memerintahkan kepada Abul
Aswad al-Duali untuk menyusun kaidah bahasa Arab. Maka masa kekhalifahan Ali
ini dipandang sebagai masa perintisan kelahirannya Ilmu Nahwu dan Ilmu I’rabil Quran. Pada abad I dan II inilah
di mulainya ilmu al-Qur’an dalam perkembanganya lahir Ilmu Tafsir, Ilmu Asbabun Nuzul, Ilmul Makky wal Madani, Ilmun Nasik wan Mansukh dan Ilmu Gharibul Qur’an (Zuhdi, 1997:25).
Sikap
Rasulallah terhadap al-Quran, beliau secara resmi menginstruksikan penulisannya
disamping dihafal, sedang terhadap Hadis ia hanya menyuruh menghafalnya dan
melarang menulisnya secara resmi. Pelarangan penulisan ini terjadi pada periode
awal Islam karena ditakutkan jika disatukan pada satu suhuf dengan al-Quran.
Sedang pada masa sahabat besar perhatian masih fokus pada pemeliharaan dan
penyebaran al-Quran, maka periwayatan Hadis belum begitu berkembang. Meskipun
demikian mereka berupaya mempertahankan keotentikan kedua-duanya, setelah al-Qur’an
terkumpul dalam satu suhuf mereka baru menuliskan Sunnah Nabi. Pada masa tabi’in tidak berbeda dengan masa
sahabat, hanya saja persoalan mereka ahli Hadis menyebar ke beberapa kekuasaan
Islam (Suparta, 2002:75-85).
c.
Masa Dinasti
Umayyah Dan Abbasiyah
Pendiri dinasti Muawiyah adalah
Muawiyah bin Abu Sufyan, kekhalifahan diperoleh melalui kekerasan, tipu daya
dan diplomasi dengan pihak Ali bin Abi Thalib. Suksesi kekhalifahan berikutnya
dilakukan dengan cara turun temurun (monarchi)
tanpa musyawarah dan pemilihan dengan mencontoh kepemimpinan di Persia dan
Bizantium dengan tetap menggunakan istilah Khalifah. Untuk memperkuat legitimasi
rakyat, Muawiyah menyebutnya “Khalifah Allah” dalam pengertian khalifah yang
diangkat oleh Allah (Badri Yatim, 2001:42).
Ekspansi zaman dinasti ini
dilakukan ke Timur dan Barat. Ke wilayah Timur Muawiyah dapat menundukan
Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Ekspansi
dilanjutkan ke India hingga dapat menguasai Bulikhistan dan daerah Punjab
sampai ke Maltan Ke wilayah Barat, selanjutnya masuk ke Spanyol, Tentara
Spanyol di bawah pimpinan Raja Roderick dapat dikalahkan, Toledo, ibu kota
Spanyol ditundukan demikian pula kota-kota lain seperti Seville, Malaga, Elvira
dan Cordova yang kemudian menjadi ibu kota Spanyol Islam yang dalam bahasa Arab
disebut Andalusia. Pada zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz dilakukan serangan
ke Perancis, tetapi gagal dan tentaranya kembali mundur ke Spanyol (Harun
Nasution, 1985:61-62).
Daerah-daerah yang dikuasai Islam
di zaman dinasti Muawiyah meliputi: Spanyol, Afrika Utara, Suria, Palestina,
Semenanjung Arabia, Irak, sebahagian dari Asia Kecil, Persia, Afganistan,
daerah yang sekarang disebut Pakistan, Rurkmenia Uzbek dan Kirgis di Asia
Tengah. Ekspansi yang dilakukan zaman Muawiyah inilah yang membuat Islam
menjadi negara besar, dan menimbulkan benih-benih kebudayaan dan peradaban yang
baru. 1) Perubahan bahasa administrasi dari bahasa Yunani dan Pahlawi ke dalam
bahasa Arab. Orang-orang non Arab menjadi
pandai berbahasa Arab, 2) Penyair-penyair Arab baru bermunculan setelah
perhatian mereka terhadap syair Arab Jahiliyah dibangkitkan. 3) Terdapat pusat
kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah. Bidang yang menjadi perhatian adalah
Tafsir, Hadits, Fikih, dan Kalam. 4) Merubah mata uang Bizantium dan Persia
seperti dinar dan dirham. Penggantinya
uang dirham terbuat
dari emas dan
dirham dari perak
dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab, 5) Dibangun masjid-masjid dan
istana.
Sedang dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abu
al-Abbas al-Saffah. Dinasti ini terbentuk melalui kudeta yang dilakukan oleh Abu Abbas dengan
dukungan kaum Mawali dan Syiah terhadap dinasti Umayyah. Kekuasaan dinasti ini berlangsung 500
tahun, sejak tahun 132-656 H/750-1258 M. Kejayaan dinasti Abbasiyah
berada pada delapan khalifah, tetapi pada zaman Harun al-Rasyid dan al-Ma’mun,
Bagdad menjadi pusat persentuhan budaya dan ilmu pengetahuan (Mubarok,
2004:76).
Kemajuan yang dicapai dinasti Abbasiyah mencakup ilmu agama, filsafat dan sain (Harun
Nasution, 2001:65-69). Ilmu agama yang dikembangkan pada masa ini mencakup: Ilmu Hadits: Ilmu Tafsir: Ilmu Fiqih Ilmu Tasawuf , Ilmu Kalam atau Theologi, Ilmu Tarikh, Ilmu Sastra, Ilmu agama lainnya seperti ilmu al-Qori ’ah, ilmu
Bahasa, dan Tata Bahasa. Di antara ilmu
yang menarik pada masa dinasti Abbasiyah adalah Filsafat. Ilmu ini berasal dari Yunani kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab, bahkan juga buku-buku yang
berasal dari Persia maupun Spanyol. Dari gerakan ini muncul para filosof Islam, seperti: Al-Kindi,
Al-Razi, Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Ghazali,
Ibn Rusyd, Ibn Bajjah. Kemajuan sains pada masa dinasti Abbasiyah didukung oleh Science Policy, yakni antara lain dengan didirikannya
akademi, sekolah dan observatorium (lembaga ilmiah yang
melakukan penelitian dan
pengajarannya sekaligus) di
samping perpustakaan. Dengan kebijakan tersebut menimbulkan kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan, seperti: Kedokteran, Ilmu Kimia, Astronomi,
Matematika, Optik, Fisika, Geografi
dan Sains lainnya.
Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui
gerakan penterjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan
tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah
dikenal dua metode, yaitu pertama: tafsir bi al-ma’tsur, yaitu
interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari nabi dan para
sahabat. Kedua, Tafsir bi
al-ra’yi, yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan
pikiran dari pada hadis dan pendapat sahabat (Yatim, 2004:56)
Abad ke-2 H dalam sejarah Islam
terkenal sebagai masa lahirnya berbagai golongan umat Islam, beberapa golongan
lahir karena peristiwa politik seperti Syiah, Khawarij dan Murjiah, ada pula
golongan yang lahir semata-mata karena perbedaan faham akidah seperti,
Jabariah, Qadariah, mu’tazilah dll., serta ada pula golongan-golongan yang
lahir akibat perbedaan prinsip pemikiran dalam menafsirkan hukum al-Qur’an dan
al-Sunnah (as-Syarqawi, 2000:121).
Ketika pemerintahan dipegang bani
Umayah, dengan perluasan wilayah kekuasaan Islam, penyebaran para sahabat ahli
hadis ke daerah-daerah terus meningkat sehingga masa penyebaran ini dikenal
dengan masa menyebarnya periwayatan hadis (intisyar
al-riwayah ila al-amshar). Sedangkan saat pemerintahan dipegang bani Abbas,
masa ini disebut masa seleksi atau penyaringan Hadis. munculnya periode seleksi
ini, karena pada periode sebelumnya yaitu periode tadwin, belum berhasil
memisahkan beberapa hadis mauquf dan maqthu’ dari hadis marfu’ juga hadis yang dha’if
dari yang shahih (Suparta, 2002:92).
2.
Masa
Disintegrasi (1000-1250 M)
Perkembangan peradaban dan
kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai abbasiyah pada periode pertama
telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah ditambah dengan kelemahan
khalifah dan faktor lainnya yang menyebabkan pemerintahan terganggu dan rakyat
menjadi miskin, akibatnya banyak dinasti-dinasti yang memerdekakan diri dari
Baghdad. Ada kemungkinan penguasa bani abbasiyah lebih mementingkan peradaban
dan kebudayaan dari pada politik dan ekpansi. Selain itu ada persaingan antar bangsa
atau fanatisme kebangsaan yang memunculkan gerakan syu’ubiyah, terutama antara Arab, Persia dan Turki, dan juga
perbedaan paham keagamaan yaitu Syi’ah dan Sunni (Yatim, 2004:61-63).
Berakhirnya kekuasaan Dinasti
Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode
kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah
kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali dinasti Islam berdiri.
Ada di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah dinasti kecil.
Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di
Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukkan
kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar
menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan
yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini awal babak
baru dalam sejarah Islam,
yang disebut masa pertengahan (http://id.wikipedia.org).
C. PENGARUH
INTERNAL DAN EKSTERNAL
Secara umum sejarah peradaban Islam klasik pada masa
kemundurannya, terutama dinasti Abbasiyah dapat dilihat dari dua faktor yaitu
internal dan eksternal (Badri Yatim, 2003: 80-85). Adapun faktor internal. yaitu:
1. Perebutan kekuasaan dan lemahnya Khalifah
Sejak berakhirnya kekuasaan dinasti
Saljuk di Baghdad, khalifah Abbasiyah sudah merdeka kembali, namun kekuasaannya
hanya di daerah Baghdad saja. Sementara itu, wilayah Abbasiyah lainnya
diperintah oleh dinasti-dinasti kecil yang tersebar di sebelah timur dan barat
Baghdad.
2.
Persaingan
antar Bangsa
Adanya kecenderungan bangsa-bangsa -Maroko, Mesir,
Syria, Irak, Persia, Turki, dan India- untuk mendominasi kekuasaan sudah
dirasakan sejak Abbasiyah berdiri. Periode I. pengaruh Persia, II. pengaruh
Turki, III. pengaruh Persia II, IV. pengaruh Turki II, dan V. bebas pengaruh bangsa
lain tapi hanya di Baghdad saja.
3.
Kemerosotan
Ekonomi
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran,
pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar.
Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan,
banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya
pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi
membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh
kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. Jenis pengeluaran makin
beragam dan para pejabat melakukan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil
menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang
buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling
berkaitan dan tak terpisahkan (http://id.wikipedia.org).
4.
Konflik
Keagamaan
Kekecewaan orang Persia terhadap cita-cita yang tak
tercapai mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Mazuisme,
Zoroasterisme, dan Mazdakisme. Antara orang beriman dan kaum zindik terjadi
konflik bersenjata seperti gerakan Afsyn dan Qaramitah. Adanya konflik antara
Syiah dan Ahlussunnah. Terjadinya Mihnah
pada masa al-Ma’mun (813-833 M) yang menjadikan Mu’tazilah menjadi mazhab resmi
negara. Al-Mutawakkil (847-861M) menghapus Mu’tazilah digantikan oleh golongan
salaf pengikut Hambali yang tidak toleran terhadap Mu’tazilah yang rasional
telah menyempitkan horizon intelektual. Mu’tazilah bangkit lagi pada masa
Buwaihi dan Saljuk, Asy’ariah menyingkirkan Mu’tazilah yang didukung oleh
al-Ghazali yang katanya tidak menguntungkan bagi pengembangan kreativitas
intelektual Islam sampai sekarang.
5.
Munculnya Hadis
Maudhu atau Hadis Palsu
Berdasarkan data sejarah yang ada, pemalsuan Hadis
tidak hanya dilakukan oleh orang Islam akan tetapi juga dilakukan oleh
orang-orang non-Islam. Ada beberapa
motif mereka membuat hadis palsu (Suparta, 2002:181-188): a. Pertentangan politik: konfik-konflik
politik telah menyeret permasalah keagamaan masuk kedalam area perpolitikan dan
membawa pengaruh juga pada madzab-madzab keagamaan, b. Usaha kaum zindik: kaum zindik termasuk golongan yang membenci
Islam. Baik Islam sebagai Agama atau sebagai dasar pemerintahan. Pengakuan Abd
Al-karim ibn ‘Auja’ yang dihukum mati di Basrah mengatakan “ Demi Allah saya
telah membuat hadis palsu sebanyak 4.000 hadis”, c. Fanatik
terhadap Bangsa, Suku, Negeri, Bahasa dan Pimpinan: mereka membuat Hadis
palsu karena didorong oleh sikap ego dan fanatik buta serta ingin menonjolkan
seseorang, bangsa, golongan atau yang lain, d. Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat: mereka melakukan
guna memperoleh simpatik dari pendengarnya dan agar kagum melihat kemampuannya,
Hadis yang mereka katakan terlalu berlebihan dan tidak masuk akal, e. Perselisihan Mazhab dan Ilmu Kalam:
munculnya Hadis palsu dalam masalah fiqih dan ilmu kalam ini berasal dari para
pengikut madzab, mereka melakukan karena sifat fanatik dan ingin menguatkan
madzabnya, f. Membangkitkan gairah
ibadat,tanpa mengerti apa yang dilakukannya: banyak diantara para ulama
yang membuat Hadis palsu dengan mengira usahanya itu benar dan merupakan upaya
pendekatan diri kepada allah serta menjunjung tinggi agamanya, g. Menjilat penguasa: Ghiyas bin Ibrahim
merupakan tokoh yang banyak di tulis dalam kitab Hadis sebagai pemalsu Hadis
tentang perlombaan dengan maksud agar diberi hadiah dan simpati dari khalifah.
Dari beberapa motif pembuat
Hadis palsu diatas maka dapat dikelompokkan: 1) ada yang karena sengaja, 2) ada
yang tidak sengaja merusak agama, 3) ada yang berkeyakinan bahwa membuat hadis
palsu diperbolehkan dan 4) ada yang karena tidak tahu bahwa dirinya membuat
hadis palsu. Atau dapat dikatakan bahwa tujuan mereka membuat hadis palsu
dengan tujuan negatif dan positif. Akan tetapi, apapun alasan yang mereka
kemukakan bahwa meriwayatkan hadis palsu adalah perbuatan tercela dan
menyesatkan
Sementara itu, faktor eksternal
yaitu:
1.
Perang Salib
Perang Salib
adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di Palestina
secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk
merebut Tanah Suci
dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja
dan kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang
ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan
panji-panji mereka.
Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi
kecil yang terjadi selama abad ke-16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap
kaum pagan
dan kaum non-Kristiani untuk alasan campuran; antara agama, ekonomi, dan
politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi
besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai dengan Abad ke-13. “Perang Salib”
lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke-16 dan berakhir ketika
iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.
Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut
kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim
saling bertukar ilmu pengetahuan. Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap
aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan masih
berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara kerajaan-kerajaan Kristen
dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan
semulanya dan berakhir dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium,
Konstantinopel
- kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu.
Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama
yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik,
dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk secara
individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci.
Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan
kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan antara satu faksi
melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan
Rum yang Muslim
dalam Perang Salib Kelima (http://id.wikipedia.org).
2.
Serangan
Hulagu Khan (Tentara Mongol)
Hulagu Khan, cucu Jengis Khan, melakukan
serangan-serangan menuju Baghdad dengan mengalahkan Khurasan di Persia dan
Hasysyasyin di Alamut terlebih dahulu. Pada tanggal 10 Pebruari 656 H/1258 M,
ia dan pasukannya sampai ke tepi kota Baghdad. Perintah untuk menyerah ditolak
oleh khalifah al-Mustha’shim (khalifah terakhir Abbasiyah), sehingga Baghdad
dikepung dan dihancurkan (Harun Nasution, 2001:76). Sepanjang sejarahnya,
Baghdad menjadi pusat peradaban Muslim serta dunia pada umumnya. Berbagai
perpustakaan di Baghdad memiliki koleksi yang tak tertandingi di masanya.
Perpustakaan Baitul Hikmah, didirikan
tak lama setelah kota selesai dibangun, menjadi magnet bagi para ilmuwan yang
paling cerdas, filsuf, matematikawan, dan ahli bahasa dari seluruh dunia. Para
khalifah adalah penyuka sastra, sains dan seni.
Pada pertengahan 1200-an, kemegahan Baghdad sebagai
pusat peradaban mulai memudar. Para khalifah dan pejabat negara lebih tertarik
kepada kesenangan duniawi ketimbang menjadi wakil Allah dengan menjadi pelayan
masyarakat. Minuman keras, musik, budak-budak cantik dan permainan-permainan
tanpa makna menjadi kegemaran kalangan istana. Para militer Abbasiyah secara de
facto sudah tidak ada, hanya berfungsi sebagai pengawal khalifah belaka.
Kejayaan ilmiah dunia Muslim kala itu berpindah ke beberapa tempat seperti
Kairo, Andalusia dan India. Pada tahun 1258, bala tentara Mongol tiba di kota
bersejarah itu. Menurut sejarahwan, tentara mereka diperkirakan lebih dari
150.000 orang. Kota yang dibangun pada tahun 800an itu diambang kehancuran.
Bangsa Mongol tidak pernah mengenal ampun dan selalu
membuat kerusakan di negeri-negeri yang dikalahkannya. Mereka menyerbu dan
menguasai peradaban-peradaban lain hanya untuk mendapatkan jarahan. Pengepungan
dimulai pada pertengahan Januari dan Baghdad jatuh hanya dalam dua minggu. Pada
13 Februari 1258, bangsa Mongol memasuki kota para khalifah. Penjarahan dan
perusakan dilakukan seminggu penuh. Bangsa Mongol menampilkan diri sebagai
penjarah dengan membakar masjid, rumah sakit, istana dan perpustakaan. Buku-buku
dari perpustakaan Baghdad dibuang ke Sungai Tigris dalam jumlah tak terkira, sehingga
air sungai menghitam oleh tinta yang luntur dari jutaan buku. Buku yang bertumpuk-tumpuk
menjadi jembatan dadakan, menghubungkan satu tepi sungai dengan yang lain.
Tentara dan kuda-kuda Mongol lalu-lalang di atasnya. Dunia tidak akan pernah
benar-benar tahu sejauh apa pengetahuan hilang bersama musnahnya jutaan buku
tersebut, baik dilemparkan ke sungai maupun dibakar.
Lebih dari itu adalah hilangnya nyawa. Diperkirakan
sekitar1.000.000 orang dibantai dalam satu minggu penjarahan. Putri-putri
Persia dan Arab menjadi pelampiasan hasrat seksual tentara Mongol. Pasukan
Mongol tidak dapat membedakan mana leher ilmuwan yang seharusnya dijaga dan
leher para pendosa yang layak dipenggal. Tidak ada yang tersisa di Baghdad.
Baghdad menjadi kota yang tak berpenghuni setelah ditinggalkan tentara Mongol.
Butuh waktu beberapa abad untuk memulihkan Baghdad sebagai kota penting di
Arabia (http://m.nasional.rimanews.com).
D.
USAHA PARA ULAMA UNTUK
MEMINIMALISIR PENGARUH EKTERNAL
Sebagaimana telah
disebutkan, benturan-benturan antara Islam dan kekuatan dunia luar (eropa) telah menyadarkan
umat Islam bahwa, mereka memang jauh tertinggal. Yang pertama merasakan hal itu
diantaranya Turki Usmani, karena kerajaan ini yang pertama
dan utama menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk belajar dari Eropa.
Usaha untuk
memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya –yang dikenal dengan gerakan
pembaharuan- didorong oleh dua faktor yang saling mendukung pemurnian ajaran Islam
dari unsur-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam yaitu pertama
dengan munculnya gerakan Wahabiyyah yang dipelopori oleh Muhammad ibn Abd al-Wahhab
(1703-1787) di Arabia, Syah Waliyullah (1703-1762 M) di India, dan gerakan
Sanusiyyah di Afrika Utara oleh Said Muhammad Sanusi dari Aljazair. Kedua
menimba gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari barat, yaitu
dengan pengiriman para pelajar muslim oleh penguasa Turki Usmani lalu dilanjutkan dengan penterjemahan
karya-karya barat ke dalam bahasa Islam.
Gerakan
pembaharuan itu juga memasuki dunia politik, karena Islam tidak bisa dipisahkan
dengan politik. Gagasan
politik pertama kali muncul adalah gagasan Pan-Islamisme (persatuan Islam
sedunia) yang disuarakan oleh tokoh pemikir Islam ternama, Jamaluddin
Al-Afghani (1839-1897 M). Oleh karena itu dia dikenal sebagai bapak
nasionalisme dalam Islam. Akan tetapi, gagasan Pan-Islamisme dengan cepat
redup, terutama setelah Turki Usmani bersama sekutunya, Jerman kalah dalam
Perang Dunia I dan kekhalifahan dihapus oleh Mustafa Kamal tokoh yang mendukung
gagasan nasionalisme, rasa kesetiaan kepada negara kebangsaan.
Gagasan nasionalisme
yang berasal dari Barat itu
masuk ke negeri-negeri muslim itu masuk melalui persentuhan umat Islam dengan
barat yang menjajah mereka dan dipercepat oleh pelajar-pelajar muslim yang
menuntut ilmu ke Eropa atau
lembaga-lembaga pendidikan “Barat” yang didirikan di Negeri mereka. Gagasan kebangsaan ini pada mulanya
banyak mendapat tantangan dari pemuka-pemuka Islam karena dipandang tidak
sejalan dengan semangat ukhuwah Islamiyah. Akan tetapi, ia berkembang cepat setelah gagasan Pan-Islamisme redup.
Perkembangan gagasan nasionalisme untuk membebaskan diri dari kekuasaan
penjajah Barat yang kafir juga bangkit di negeri-negeri Islam lainnya (Yatim,
2004:184-187).
E. KESIMPULAN
Keberadaan daulah-daulah dalam sejarah peradaban Islam
mengikuti hukum pertumbuhan (the law of
growth) yaitu merintis, membangun, menikmati pembangunan, mundur dan
akhirnya hancur (Lubis, 2014:5). Dalam perintisannya, sebagaimana yang
dilakukan oleh Rasulallah, Islam dikembangkan dengan penanaman akidah dan
pembentukan masyarakat yang didasarkan pada wahyu Allah (al-Qur’an) terbuki
dari perkembangan ilmu al-Qur’an yang didalamnya membahas ilmu Makky dan ilmu Madany,
dan ilmu-ilmu al-Qur’an lainnya (Ulumul
Qur’an). Sedangkan dalam membangun sebuah tatanan masyarakat, Islam menggunakan
sikap tolerans berdasarkan al-Qur’an dan Hadis, sehingga Islam mudah diterima
diluar.
Perkembangan Islam ke dunia luar juga dilakukan dengan
ekpedisi yang merupakan gabungan antara kekuatan militer dan mubalig. Ini
menandakan bahwa, agama pada umumnya, dan Islam khususnya, tidak dapat
dipisahkan dari ranah perpolitikan suatu daulah atau pemerintahan. Karena maju-mundurnya
kebudayaan dan peradaban bisa dilihat dari produk-produk ilmu yang dihasilkan.
Situasi perpolitikan yang kondusif akan bisa menghasilkan
banyak produk pemikiran dan dan ilmu pengetahuan, sebaliknya jika situasi
perpolitikan tidak kondusif, maka sulit sekali kajian ilmu dan pemikiran dapat
berkembang. Di samping itu dukungan dari pemerintah atau penguasa juga merupakan
hal yang sangat penting. Fenomena munculnya Hadis palsu adalah salah satu
faktor, atau suatu bentuk pemerintahan atau perpolitikan yang tidak kondusif.
Jadi kesimpulannya adalah, kondisi perpolitikan sangat
berpengaruh terhadap pengembangan keilmuan dan pemikiran. Menciptakan situasi
yang kondusif dan berfikir inklusif sangat penting bagi seorang Muslim yang
kritis, terutama dalam pengembangan studi al-Quran dan Hadis.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman al-Syarqawi, Riwayat Sembilan Imam Fiqih (Jakarta,
Pustaka Hidayah, 2000).
Al-Kilany,
Ismail, Sekularisme: Upaya Memisahkan
Agama dari Negara, Pustaka Al-Kausar, tt.
Lubis, Ridwan, Pendekatan Studi Islam, Kudus, Artikel
seminar Pascasarjana STAIN Kudus, 2014.
Misanam,
Nunrokhim. dkk. Ekonomi Islam, Ed. I,
Cet. 6, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Mubarok, Jaih. Sejarah Peradaban Islam, Cet. I,
Bandung: Pustaka Islamika, 2008.
Najib, Muhamad, Pergolakan Politik Umat Islam dalam
Kemunculan Hadis Maudhu, Bandung, Cet. I, CV Pustaka Setia, 2001.
Nasution, Harun,
Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,
cet. 5, jilid 1, Jakarta: UI Press. 1985.
Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, -Cet. 3, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 16,
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.
Zuhdi, Masjfuk, Pengantar Ulumul Qur-an, Cet. V,
Surabaya: Karya Abditama, 1997.
http://id.wikipedia.org
/wiki/Kekhalifahan_Abbasiyah #Kemerosotan_Ekonomi. dan
#Masa_Disintegrasi_.281000-1250_M.29 Diakses pada tanggal 14 maret 2015.
http://m.nasional.rimanews.com/kriminal/read/20140210/141862/Hulagu-Khan-Serangan-ke-Baghdad-Adalah-Hukuman-untuk-Para-Pendosa/comment
Diakses pada tanggal 14 maret 2015.
1 komentar:
Write komentarmaksih mas mudah mudahan bermanfaat
ReplyEmoticonEmoticon