Oleh: M Iqbal Notoatmojo.
iqbalbwox@gmail.com
Filsafat, sebagai mana dengan ilmu lainya dapat
dipelajari dengan berbagai cara . Ada dua cara mempelajari filsafat yaitu:
secara historis dan secara sistematis Mempelajari filsafat secara
historis artinya mempelajari perkembangan filsafat sejak awal sampai sekarang,
sedangkan mempelajari filsafat secara sistematis artinya, mempelajari isinya
yaitu bidang bidang pembahasan yang diatur dalam bidang bidang tertentu dalam
filsafat tersebut.
Akan
tetapi persoalan yang muncul adalah banyak orang yang masih
bingung atau tidak tahu tentang perbedaan cara berfikir secara filsafat dan
berfikir biasa. Banyak orang yang salah mengartikan, bahwa orang yang berfikir
berarti berfilsafat.Padahal sebenarnya orang berfikir belum tentu berfilsafat
walaupun orang yang berfilsafat berarti berfikir. Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan dibahas tentang cara berfikir kearah filsafat.
1. PEMIKIRAN FILSAFAT
a.
Bagaimana berfikir Filsafat
Kegiatan
berfikir atau kegiatan berfilsafat sesungguhnya berupa “perenungan”. Perenungan
tersebut untuk menyusun bagan konseptual, tidak boleh memuat
pernyataan-pernyataan kontradiktif, hubungan bagian yang satu dengan yang lain
haruslogis dan harus mampu memberikan
penjelasan tentang pandangan dunia. Dengan kata lain kegiatan kefilsafatan
berarti bagaimana seorang ahli fikir mulai bekerja – Proses bekerjanya- sampai
pada suatu kesimpulan, adapun perangkat berfikir adalah: analisis dan sintesis
sedangkan dalam menganalisis dan mensintesis para ahli fikir menggunakan alat
pemikiran yaitu logika, deduksi, analogi dan komparasi.[1]
Analisis: pengertian analisis dalam kegiatan filsafat
adalah rincian istilah-istilah dan pernyataan-pernyataan dalam bagian-bagiannya.
Sehingga kita dapat melakukan pemeriksaan atas makna yang terkandung.
Sintesis adalah upaya mencari kesatuan dalam
keberagaman.
Logika adalah ilmu pengetahuan tentang penyimpulan
yang lurus serta menguraikan tentang aturan/atau cara-cara untuk mencapai
kesimpulan dari premis-premis.
Induksi (logika):
membicarakan penarikan kesimpulan bukan dari pernyataan yang umum, melainkan
pernyataan dari yang khusus.
Deduksi (logika):
membicarakan cara untuk mencapai suatu kesimpulan dengan terlebih dahulu mengajukan
pernyataan mengenai semua/sejumlan diantara suatu kelompok barang tertentu.
Analogi dan komparasi: merupakan upaya untuk mencapai suatu
kesimpulan dengan menggantikan dengan apa yang kita coba untuk membuktikannya
dengan sesuatu hal yang serupa dengan hal tersebut.
b.
Ciri-ciri Berfikir Filsafat.
Berfilsafat
itu berpikir, tapi tidak semuanya itu berfikir dikatakan berfilsafat. Berpikir nonfilsafati
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)
Berfikir tradisional
2)
Berfikir ilmiah
Berfikir
tradisional, yaitu berfikir tanpa mendasarkan pada aturan-aturan berfikir
ilmiah. Artinya
berfikir yang hanya mendasarkan pada tradisi atau kebiasaan yang sudah berlaku
sejak nenek moyang, sehingga merupakan warisan lama.
Sedangkan
yang dimaksud berfikir ilmiah, berfikir yang memakai dasar-dasar/aturan-aturan
pemikiran ilmiah, yang diantaranya: metodis, sistematis, obyektif, dan umum
Berfilsafat
termasuk dalam berfikir namun berfikir
tidak identik dengan berfilsafat. Sehingga, tidak semua orang yang berfikir
itu mesti berfilsafat, dan bisa dipastikan bahwa semua orang yang berfilsafat
itu pasti berfikir. Oleh karena
itu ada beberapa ciri berfikir secara filsafat, seperti yang diungkapkan dalam
buku metodologi penelitian filsafat[2],
antara lain adalah:
1)
Metodis
Menggunakan metode, cara, jalan yang lazim
digunakan oleh para filosuf dalam proses berfikir filsafati.
2)
Sistematis
Dalam
berfikir, masing-masing unsur saling berkaitan satu sama lain secara teratur
dalam suatu keseluruhan, sehingga dapat tersusun suatu pola pemikiran yang
filosofis. Sistematika seorang filosof banyak dipengaharui oleh keadaan
dirinya, lingkungannya, pendidikannya, zamannya dan system pemikiran yang
mempengaharuinya[3]
3)
Koheren
Dalam
berfikir unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan satu
sama lain namun juga memuat uraian yang logis.
4)
Rasional
Harus mendasarkan pada kaidah berfikir yang
benar (logis).
5)
Komprehensif
Berfikir
secara menyeluruh, artinya melihat objek tidak hanya dari satu sisi/sudut
pandang, melainkan secara multidimensional.Disinilah perlunya filsafat dan ilmu
pengetahuan saling menyapa dan menjenguk.
6)
Radikal
Berfikir
secara mendalam, sampai akaryangpaling ujung, artinya sampai menyentuh akar
persoalannya dan esensinya.
7)
Universal
Muatan
kebenarannya sampai tingkat umum universal,
mengarah pada pandangan dunia, mengarah pada realitas hidup dan realitas
kehidupan umat manusia secara keseluruhan.
8)
Dinamis
Ilmu
pengetahuan bersifat dinamis. Selalu
ada perkembangan dan perubahan seiring berjalannya waktu karena manusia itu
berubah dan memiliki masalah.Metode ilmiah itu sendiri yang menghubungkan
antara ilmu pengetahuan yang baru dengan ilmu pengetahuan yang lama.
2. ILMU DAN PENGETAHUAN
Banyak diantara kita yang menyamakan
pengertian ilmu dan pengetahuan.Padahal, kedua hal tersebut jelas
berbeda.Pengetahuan berasal dari kata tahu yang tentunya memiliki makna lebih
dangkal. Sedangkan Ilmu memiliki
jangkauan yang lebih luas dari pengetahuan. Ketika seseorang ingin mendapatkan
ilmu maka ia harus mempelajari pengetahuan. Artinya setiap ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang
disusun secara sistematis membentuk sebuah alur konkret yang bermanfaat.
Pengetahuan,
yang dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan knowledge, menurut Jujun S Suriasumantri.[4], pada hakikatnya
merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk
didalamnya adalah ilmu, jadi ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan
yang diketahui oleh manusia, disamping berbagai
pengetahuan lainnyaseperti seni
dan agama. Ilmu,
menurut pendapat di atas, menunjuk pada terminologi yang bersifat khusus, yang
merupakan bagian daripengetahuan.
Ilmu,
yang dalam bahasa
Inggris dinyatakan dengan
science, bukan sekadar kumpulan
fakta, meskipun di
dalamnya juga terdapat
berbagai fakta. Selain fakta, didalam ilmu juga terdapat teori, hukum, prinsip. Yang diperoleh melalui prosedur tertentu yaitu metoda ilmiah.Jadi
ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metoda ilmiah[5].
Sedangkan pengetahuan dapat diperoleh melalui
beberapa cara, yaitu pengalaman,
intuisi, pendapat otoritas, penemuan secara kebetulan dan coba-coba (trial and error) maupun penalaran.
Ada paradigma baru yang memandang ilmu bukan
hanya sebagai produk. The Liang Gie[6],
setelah mengkajiberbagai pendapattentang ilmu, menyatakan bahwa ilmu dapat
dipandangsebagai proses, prosedur,
dan produk. Sebagai proses, ilmu
terwujud dalam aktivitaspenelitian. Sebagai prosedur, ilmu tidak lain adalah
metoda ilmiah. Dan sebagai produk, ilmu merupakan pengetahuan yang tersusun
secara sistematis.
Setiap aktivitas ilmiah tentu
bertolak dari konsep, karena konsep merupakan sebuah struktur pemikiran. Sontag[7]
menyatakan bahwa setiap pembentukan konsep selalu terkait dengan empat
komponen, yaitu, kenyataan (reality), teori (teori),
kata-kata (words), dan pemikiran (thought). Kenyataan hanya akan
merupakan sebuah misteri manakala tidak diungkapkan ke dalam bahasa. Teori
merupakan tingkat pengertian tentang sesuatu yang sudah teruji, sehingga dapat
dipakai sebagai titik tolak bagi pemahaman hal lain. Kata-kata merupakan
cerminan ide-ide yang sudah diverbalisasikan. Pemikiran merupakan produk akal
manusia yang diekspresikan ke dalam bahasa. Kesemuanya itu akan membentuk
pengertian pada diri manusia, pengertian ini dinamakan konsep.
Untuk mendapatkan pengetahuan seseorang hanya
perlu untuk membuka mata dan telinga kemudian menghafalkan saja. Namun, rangkaian ilmu perlu lebih dalam dari itu.Awalnya seseorang harus punya
pengetahuan, kemudian masalah, hipotesis, menganalisa, dan terakhir menyimpulkannya menjadi sebuah
ilmu.
3.
SIFAT DASAR DAN ASUMSI DASAR ILMU
Ciri
umum dari kebenaran ilmu pengetahuan yaitu bersifat Rasional, Empiris, dan
Sementara.
Rasional
artinya kebenaran itu ukurannya akal. Sesuatu
dianggap benar menurut ilmu apabila masuk akal. Sebagai contoh dalam sejarah
kita menemukan adanya bangunan Candi Borobudur
Empiris
artinya ilmu itu berdasarkan kenyataan. Kenyataan yang dimaksud di
sini yaitu berdasarkan sumber yang dapat dilihat langsung secara materi atau
wujud fisik. Empiris
dalam sejarah yaitu sejarah memiliki sumber sejarah yang merupakan kenyataan
dalam ilmu sejarah. Misalnya kalau kita bercerita tentang terjadinya Perang,
Lain
halnya dengan ilmu pengetahuan, kebenarannya bersifat Sementara, artinya dapat dibantah apabila ditemukan
teori-teori atau bukti-bukti yang baru. Dalam sejarah,
kesementaraan ini dapat dalam bentuk perbedaan penafsiran terhadap suatu
peristiwa.Perbedaan ini dapat diterima selama didukung oleh bukti yang akurat. Kesementaraan inilah yang
membuat ilmu pengetahuan itu berkembang terus.
Sebagai pandangan lain, syarat utama berdirinya sebuah
ilmu pengetahuan adalah
bersifat umum-mutlak dan dapat memberi informasi baru. Teori ini dipakai
dikarenakan esensinya bisa dipandang universal atau memenuhi syarat kebenaran inter-subjektif[8].
Dan ilmu harus dibangun dan dikembangkan di atas tiga pondasi utama yaitu data, teori/epistemologi dan nilai/etika.[9]
Dalam hal ini ada beberapa pendapat mengenai sumber ilmu
pengetahuan diantaranya:
1.
Empirisme: Kata ini berasal dari Yunani Empirikos, yang
artinya pengalaman. Menrut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya[10]
dan bila dikembalikan kepada kata Yunani, pengalaman yang dimaksud ialah
pengalaman indrawi.
- Rasionalisme : Aliran ini
menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang
benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui
kegiatan menangkap objek. Akal menggunakan konsep-konsep rasional atau
ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata dan
bersifat universal.Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip universal adalah
abstraksi dari benda-benda konkrit.[11]
- Intuisi: Menurut
Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi.
Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan
kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa
intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak.Menurutnya,
mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat
analis, menyeluruh, mutlak, dan tanpa dibantu penggambaran secara
simbolis. Karena itu intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika.[12]
- Wahyu : Wahyu
adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara
para nabi. Para nabi memperoleh dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah
payah. Pengetahuan
mereka terjadi atas kehendak Tuhan. Tuhan mensucikan jiwa mereka untuk
memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu.[13]. Pengetahuan
dengan jalan ini merupakan kekhususan para nabi. Hal inilah yang
membedakan mereka dengan manusia lainnya. Akal meyakinkan bahwa
kebenaran pengetahuan mereka berasal dari Tuhan, karena pengetahuan
ini memang ada pada saat manusia biasa tidak mampu mengusahakannya, karena
hal ini memang diluar kemampuan manusia. Bagi manusia tidak ada jalan lain
kecuali menerima dan membenarkan semua yang berasal dari Nabi.[14]
4. STRUKTUR ILMU PENGETAHUAN
Struktur Pengetahuan Ilmiah Menurut Jujun S Suriasumantri
dalam bukunya Filsafat Ilmu, yaitu :
a.
Asumsi: Asumsi
adalah sesuatu yang dianggap sudah benar, tetapi perlu didampingi dengan fakta
empiris.
b. Hipotesa: Hipotesa merupakan suatu perkiraan awal yang belum
diuji. Biasanya hipotesa diambil berdasarkan teori-teori umum yang mendukung.[15]
c. Prinsip: Prinsip adalah
sesuatu yang mendasari sesuatu yang lain.
d. Teori : Teori adalah suatu penjelasan yang menjelaskan tentang
sesuatu. Akan tetapi teori masih dapat disanggah atau disangkal.
e.
Hukum : Hukum
adalah teori yang sudah tidak dapat disanggah atau disangkal lagi. Akan tetapi,
apabila terdapat suatu teori yang lebih umum daripada hukum tersebut, maka
hukum tersebut tidak benar lagi dan digantikan oleh teori yang baru tersebut.
f.
Aksioma/postulat: Postulat atau aksioma merupakan suatu pernyataan yang
sudah tidak perlu dibuktikan lagi. (dianggap sudah benar)
Sementara itu buku
What is Science karya Archei J. Bahm
di dalam bukunya Muhammad Muslih bahwa secara umummembicarakan enamkomponen
dari rancang bangun ilmu pengetahuan, artinya dengan enam komponen itu, sesuatu
itu bisa disebut ilmu pengetahuan, yaitu:[16]
a. Adanya masalah (problem)
Suatu
masalah disebut masalah ilmiah jika memenuhi ‘persyaratan‘, yaitu: bahwa
masalah itu merupakan masalah yangdihadapi dengan sikap dan metode ilmiah;
Masalah yang terus mencari solusi; Masalah yang saling berhubungandengan
masalah dan solusi ilmiah lain secara sistematis (dan lebih memadai dalam
memberikan pemahaman yang lebih besar). Sudah pantas dikatakan ‘masalah
ilmiah’(scientific problem).
b. Adanya sikap ilmiyah
Sikap
ilmiah meliputi enam karakteristik pokok, yaitu: keingintahuan,
spekulasi,kemauan untuk objektif, kemauan untuk menangguhkan penilaian, dan
kesementaraan.
c. Menggunakan metode ilmiyah
Sifat dasar metode ilmiah ini, harus
dipandang sebagai hipotesa untuk
pengujian lebih lanjut.
d. Adanya aktifitas
Ilmu pengetahuan adalah apa yang dikerjakan
oleh para ilmuwan, yang kemudian bisaa disebut dengan ‘riset ilmiah’.
e. Adanya kesimpulan
Kesimpulan
adalah akhir atau tujuan yang membenarkan sikap,metode, dan aktifitasnya
sebagai cara-cara. Kesimpulan adalah ilmu yang diselesaikan, bukan ilmu sebagai
prospek ataudalam proses.
f.
Adanya
pengaruh
Ilmu
pengetahuan adalah apa yang digarap oleh ilmu pengetahuan. Bagian apa yang
digarap oleh ilmu pengetahuan tersebut, kemudian menimbulkan pengaruh
beraneka ragam, yang dapat dihubungkan pada dua hal, yaitu;a). Pengaruh ilmu
pengetahuan terhadap teknologi dan industri, yang disebut ilmu terapan. b).
pengaruh ilmu terhadap atau
dalam masyarakat dan peradaban.
Dari beberapa
pembahasan-pembahasan yang telah dipaparkan diatas maka dapat kita simpulkan bahwa :
1.
Makluk berfikir adalah manusia. Manusia berfikir adalah filosof. Filosof
adalah manusia tetapi tidak semua manusia bisa dikatakan filosof. Perumpamaan/atau semisal dengan Kera. Kera
adalah hewan tetapi tidak semua hewan itu kera.
2.
Ilmu memiliki jangkauan yang lebih luas dari pengetahuan. Ketika
seseorang ingin mendapatkan ilmu maka ia harus mempelajari pengetahuan. Artinya
setiap ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis
membentuk sebuah alur konkret yang bermanfaat.
3.
Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar maka ketahuilah
apa yang engkau tahu, dan ketahuilah apa yang engkau tidak tahu
4.
Struktur dalam pengetahuan ilmiah meliputi asumsi,
hipotesa, prinsip, teori, hukum, dan aksioma/postulat.
5.
Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu, kepastian
dimulai dari rasa ragu-ragu, sedangkan filsafat dimulai dari kedua-duanya, jadi
berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang
belum kita tahu.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro.Filsafat Umum, –Ed. 1-cet 1-, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001
Gallagher Kenneth T. Epistemologi:
(Pengetahuan Filsafat).Disadur dari buku the philosophy of knowledge. Oleh P Hardono Hadi. Kanisius.
Yokyakarta
Gie The Liang. Pengantar Filsafat
Ilmu, Cet. Ke-4, Penerbit Liberty Yogyakarta.1991 Saeful Anwar, Filsafat
Ilmu Al-Ghazali:Dimensi Ontologi dan Aksiologi, Pustaka Setia, Bandung,
2007
Muslih Muhammad, Filsafat Ilmu; Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma
dan Kerangka teori Ilmu Pengetahuan,
Belukar:Yogyakarta, 2004.
Mustafa A, Filsafat
Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997, cet.1
Nasution Harun, Filsafat
Agama,bulan bintang, 1995
Salam Burhanuddin, Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan,
Renika Cipta, Jakarta.
Sontag, Element og Philosophy, Charles
Schibner’s Son, new York, 1987.
Sudarto, Metodologi
penelitian filsafat –Ed. 1-cet 1-(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.
Suriasumantri Jujun S. Filsafat Ilmu: Sebuah
Pengantar Populer. Jakarta:
Sinar Harapan. 2005.
[2]Sudarto, Metodologi
Penelitian
Filsafat.Ed. 1cet 1, PT Raja Grafindo
Persada, 1996, Jakarta, hlm. 29.
[4]Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar
Populer.Jakarta : Sinar Harapan. 2005.hlm104.
[8] Kenneth T. Gallagher.
Epistemologi: (Pengetahuan Filsafat).Disadur
dari buku the philosophy of knowledge.
Oleh P Hardono Hadi. Kanisius.Yokyakarta.hlm 158
[9]Saeful Anwar, Filsafat
Ilmu Al-Ghazali:Dimensi Ontologi dan Aksiologi,Pustaka Setia, Bandung,
2007. hlm. 89.
[12]Burhanuddin Salam, Logika
Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan, Renika Cipta, Jakarta. hlm. 102
[16]Muhammad Muslih, Filsafat
Ilmu; Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka teori Ilmu Pengetahuan, Belukar:Yogyakarta, 2004, hlm.35.
EmoticonEmoticon